![]() |
JAKARTA, DELIKNEWS.COM - Pasca dibacakannya putusan terhadap permohonan pengujian Undang-Undang (judicial reviw) mengenai konstitusional Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur batas minimal usia calon Presiden dan Wakil Presiden, oleh Mahkamah Konstitusi muncul berbagai pendapat dari kalangan masyarakat termasuk akademisi dan politisi yang turut memberikan penilaian atas putusan-putusan tersebut.
Putusan MK pada Senin 16 Oktober 2023 khusus pada perkara Nomor 90/PPU-XXI/2023, diantara masyarakat yang pro dan kontra terhadap Putusan tersebut hingga mengatakan bahwa putusan tersebut dipenuhi dengan KKN yang bahkan menyeret nama anak Presiden.
Sebagai masyarakat seharusnya melihat pokok perkara yang disidangkan adalah terkait pengujian (judicial reviw) mengenai konstitusi Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur batas usia Presiden dan Wakil Presiden, bukan Gibran Rakabuming (anak Presiden) atau ponakan Ketua MK yang disidangkan.
Karena itu, apabila putusan MK disebut sebagai politik Dinasti, Mahkamah Keluarga, sarat KKN dan sebagainya adalah salah sasaran karena Mahkamah Kontitusi bukan memutuskan persidangan Gibran Rakabuming.
Hal berikutnya, putusan MK ini menguntungkan seluruh kamu muda Milenial Indonesia untuk dicalonkan atau dipilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden, bukan Gibran Rakabuming semata. Sehingga bagi masyarakat yang mengaitkan putusan Mahkamah Konstitusi dengan anak Presiden RI Gibran Rakabuming adalah pemahaman yang keliru dan belum dewasa berpolitik.
Semua warga negara Indonesia memiliki hak pilih dan dipilih sepanjang tidak bertentangan dengan amanat Undang-Undang. Sehingga perlu diingat bahwa Gibran Rakabuming tidak memiliki Partai atau pun sebagai Ketua Partai, tidak dicalonkan oleh Presiden RI tetapi dicalonkan oleh Partai Partai Politik. (*)